A. Penyakit
jantung koroner
a) Pengertian
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang timbul akibat
penyempitan pada arteri koronaria. Penyebab terbanyak dari penyempitan tersebut
adalah aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas
fibrolipid dalam bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima
dan pada bagian dalam tunika media (Alwi,2011)
Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit
jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan
tersebut dapat disebabkan antara lain aterosklerosis, sifilis,pelbagai jenis
arteritis, emboli koronaria, kelainan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus
dan spasme pada pembuluh darah koroner itu sendiri (Alwi, 2011)
b)
Anatomi dan fisiologi
Pembuluh darah koroner terdapat di bagian pangkal aorta (ortic root). Secara garis besar pembuluh
darah koroner terdiri atas dua yaitu: Pembuluh darah koroner kiri dan pembuluh
darah koroner kanan. Pembuluh darah koroner kiri bercabang dua yaitu : left anterior decending (LAD) dan
left circumplex (LCX). Pembuluh koroner terdiri dari 3 lapisan, yaitu
tunika intima (lapisan dalam), tunika media (lapisan tengah), dan tunika
adventisia (lapisan luar), tunika intima terdiri dari 2 bagian, lapisan tipis
sel-sel endotel merupakan lapisan yang memberikan permukaan licin antara darah
dan dinding arteri serta lapisan subendhotelium, sel-sel endhotel ini memproduksikan
zat-zat seperti prostaglandin, heparin dan activator plasminogen yang membantu
mencegah agregasi trombosit dan vasokonstriksi. Selain itu endotel juga
mempunyai daya regenerasi cepat untuk memelihara daya anti trombogenik arteri.
Jaringan ikat menunjang lapisan endotel dan memisahkannya dengan lapisan yang
lain.
Tunika media merupakan lapisan otot di bagian tengah dinding arteri
yang mempunyai 3 bagian: bagian sebelah dalam disebut membrane elastic
internal, kemudian jaringan fibrus otot polos dan sebelah luar membrane
jaringan elastic eksterna. Lapisan tebal otot polos dan jaringan kolagen,
memisahkan jaringan membrane elastic eksterna. Dan yang terakhir ini memisahkan
tunika media dengan adventisia. Tunika adventisia umumnya mengandung jaringan
ikat dan dikelilingi oleh vasa vasorum yaitu jaringan arteriol. (Anwar, 2004)
Gambar
1
Gambar arteri
koroner (diunduh dari www.pted.com)
Dalam keadaan normal arteri koronaria dapat mengalirkan darah hampir 10%
dari curah jantung per menit yaitu kira-kira 50-75ml darah per 100 gram
miokard. Dalam keadaan stress atau latihan maka timbul aliran
cadangan koroner (coronary flow reserve) dimana aliran koroner bisa
sampai 240ml per 100 gram miokard. Pada keadaan stenosis maka aliran cadangan
koroner dapat mempertahankan aliran basal (basal flow) di sebelah distal
stenosis. Pada stenosis 70% atau lebih tetap saja aliran distal stenosis (distal
flow) tidak mencukupi pada saat stress atau latihan, sehingga menyebabkan
iskemia (Shujuan, 2010)
c)
Tanda dan gejala
Istilah penyakit
jantung meliputi lebih dari satu kondisi. Ini meliputi delapan kondisi
yang berbeda yang mempengaruhi jantung, yang semuanya bisa berakibat fatal
(O`Connor, 2010). Penyakit
Jantung Koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk
menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama.
Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan
fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung
dapat membedakan subset klinis PJK (Shujuan,2010). Angina pektoris merupakan gejala pertama
yang paling sering muncul pada penderita dengan PJK, kadangkala angina yang
sering datang dengan presentasi pertama sebagai suatu SKA atau bahkan sudden
death.
(Wenger, 2008).
Karakteristik angina pektoris dibagi dalam 4 kategori : lokasi, karakter,
durasi, dan hubungannya dengan aktivitas. Rasa nyeri yang timbul akibat iskemi
miokard biasanya dirasakan di daerah sternum, antara epigastrium dan rahang
atau gigi, interskapula, bahkan di lengan maupun jari-jari tangan. Rasa nyeri
bersifat seperti tertindih, berat, diikat, atau seperti terbakar. Angina biasa
disertai juga dengan keluhan sesak, lemas, mual, pingsan, lelah. Durasi nyeri
biasanya kurang dari 10 menit, dengan kekhasan dicetuskan oleh aktivitas fisik
maupun stres emosi dan hilang atau berkurang dengan nitrat. Nyeri non angina
sebaliknya tidak menunjukkan karakteristik di atas, berlangsung beberapa jam
bahkan beberapa hari, bertambah dengan palpasi, dan tidak berkurang dengan
nitrat.( Fox, 2006). Selama angina terjadi perangsangan dari saraf simpatis yang mengakibatkan
diaphoresis, takikardi, dan akral yang dingin akibat vasokonstriksi.
Sebaliknya, perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan keluhan mual atau
muntah. Anamnesis yang teliti merupakan kunci utama dalam menilai suatu angina
pektoris, walaupun pemeriksaan fisik dan kadang pemeriksaaan tambahan penting
juga untuk menegakkan diagnosis dan
menilai derajat beratnya PJK.( Douglas, 2007)
d)
Patofisiologi
Ditinjau dari patofisiologinya, angina merupakan kondisi yang diakibatkan
karena adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke
miokardium. Penyebab utama dari ketidakseimbangan ini adalah proses penyempitan
karena atherosklerosis pada satu atau lebih arteri koronaria. Sebagai
konsekuensi dari iskemi yang intermiten, terjadi oksigenisasi miokard yang
tidak adekuat dan akumulasi dari produk-produk metabolisme. (Wenger, 2008).
Jika terjadi penyempitan
arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi.
Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada
paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan
sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium.
Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan)
atau transmural (terjadi pada semua lapisan). Jika endotel rusak, sel-sel
infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan
cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan
subendotel, sel-sel ini mengalami diff erensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan
mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri (Myrtha,
2012).
Hiperlipoproteinemia
tipe II menurut pembagian Frederickson merupakan ancaman bagi usia muda sedang
pada usia lanjut adalah tipe IV (peninggiaan kolesterol dan trigliserida). Hipertensi
dengan tekanan darah diatas 160/95 mmHg dapat merangsang terjadinya
arteriosklerosis karena tekanan tinggi ini dapat menjadi beban tekanan pada
dinding arteri. Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein
(dyslipoproteinaemia). Ini diduga sebagai penyebab gangguan vaskuler berupa
mikroangiopati. Arteriosklerosis yang dipercepat (accelerated atherosclerosis)
merupakan komplikasi utama pada juvenile insulin dependent diabetes mellitus. Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang
berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko yang
lain. Bahaya arteriosklerosis menjadi lebih besar jika ada kombinasi 2 atau 3
resiko (Hasan, 2007).
e) Faktor
resiko
Faktor risiko terjadinya atherosklerosis secara umum dibagi menjadi faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, riwayat keluarga) dan faktor risiko
yang dapat dimodifikasi (diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, merokok,
obesitas, dan gaya hidup sedentary) (Smeltzer,2005).
Jika dilihat dari angka kejadiannya, arteriosklerosis lebih banyak diderita
oleh kaum pria dibandingkan dengan wanita, karena diduga faktor hormonal
seperti estrogen melindungi wanita. Setelah menopause perbandingan wanita
dengan pria yang menderita penyakit arteriosklerosis adalah sama. Selain itu
kebiasaan merokok yang umumnya ditemukan pada pria dapat merangsang proses
arteriosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid
(CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan
dinding arteri, sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensititif
dinding arteri (Shujuan, 2010)
f) Pemeriksaan
penunjang
1)
Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 lead yang wajib
dilakukan pada semua pasien angina pektoris pada kenyataannya menunjukkan hasil
yang normal pada lebih dari 50% pasien. Gambaran EKG yang normal tidak serta
merta menyingkirkan adanya suatu PJK. Pemeriksaan EKG juga mampu menunjukkan
kelainan lain seperti left ventricular
hypertrophy (LVH), left bandle branch
block (LBBB), pre-excitation,
aritmia, atau defek konduksi.(Fox, 2006)
2) Uji
Latih beban jantung (treatmill test)
Uji
latih ini mudah dilakukan, murah, dan aman. Namun demikian, akurasi yang rendah
dari uji latih ini dalam mendiagnosis suatu PJK yang signifikan, walaupun pada
subjek yang simptomatik, memunculkan rekomendasi baru bahwa uji latih ini tidak
cocok digunakan sebagai alat menapis suatu PJK (Kern, 2003).
3) Angiografi
koroner
Angiografi
koroner masih merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui anatomi pembuluh
darah koroner serta derajat obstruksi dari lumen arteri koronaria. Dari
pemeriksaan ini bisa diketahui lokasi, panjang, diameter, serta kontur dari
arteri koronaria; derajat obstruksi intralumen;
karakteristik dari obstruksi tersebut (termasuk adanya atheroma,
trombus, diseksi, spasme, atau bridging
myocardial), dan penilaian aliran darah (Kern, 2003)
g)
Penatalaksanaan
i.
. Medikamentosa
Obat-obatan
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi beban jantung (Alwi, 2011) Obat-obatan yang sering digunakan antara lain : Diuretika,Cardiac
glicosida, Prostaglandin, Betabloker, Antibiotika, Elektrolit.
ii.
Tindakan
intervensi non bedah
Di
Indonesia pemasangan stent koroner baru populer dilakukan sejak tahun 1995 di
beberapa pusat jantung seperti rumah sakit jantung Harapan Kita.Tindakan
intervensi non bedah dapat berupa percutaneus transluminal coronary angioplasty
(PTCA) maupun dengan pemasangan stent (Alwi, 2011).
1)
Pengertian
Menurut Sotomonte
(2003) angioplasty koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki
aliran darah arteri koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah
tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung
berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan
diletakkan diantara daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan
dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak.
PCI
(Percutaneous Coronary Intervention),
atau yang dikenal juga dengan coronary
angioplasty, merupakan prosedur terapi untuk membuka penyempitan (stenotic) pembuluh darah arteri jantung
pada kasus penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh terjadinya penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah. Angioplasti koroner dilakukan dengan
memasukkan catheter yang telah dilengkapi dengan balloon khusus dan stent yang
akan diarahkan ke titik terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah arteri
untuk membuka penyumbatan tersebut dan mengembalikan aliran pembuluh darah
arteri ke jantung. Tindakan PCI ini biasanya dilakukan oleh
interventional cardiologist. (Ghani, 2010)
2)
Indikasi
Menurut
Suzanne dan Brenda(2002) pasien yang mempunyai yang mempunyai lesi yang
menyumbat paling tidak 70℅ lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak
daerah jantung beresiko mengalami iskemia. Pasien tersebut juga yang tidak
berespon terhadap terapi medis dan memenuhi kriteria untuk dilakukan bedah
pintas arteri koroner. PTCA boleh dilakukan apabila kardiologis yakin bahwa
prosedur akan memperbaiki aliran darah ke jantung. Angioplasti koroner perkutan
merupkan usaha revaskularisasi lain disamping thrombolisis karena trombolisis
mempunyai kekurangan. Seperti :
a.
Dengan dosis atau kombinasi obat
thrombolitik apapun, pada kebanyakan penyelidikan reperfusi akibat terbukanya pembuluh darah di
capai pada 75 % penderita
b.
Terdapat kelambatan antara waktu obat
thrombolitik diberikan dan reperfusi rata-rata
45 menit.
c.
Tidak ada tanda klinik yang tepat untuk
menyatakan adanya reperfusi.
d.
Penderita
mengalami serangan iskemik berulang 15%-30% dan perdarahan otak 0,5-1.5%.
Menurut
Myer, 2010 indikasi angioplasty koroner adalah ;
1.
Berdasarkan kondisi klinis pasien :
Angina stabil dan tidak stabil, Gangguan fungsi ventrikel kiri, infark
miokardial akut, usia tua, pasien
paska tindakan operasi bypass
jantung.
2.
Berdasarkan morfologi pembuluh darah
koroner: sumbatan pada 1 atau lebih pembuluh darah, pembuluh
darah utama terlindungi.
3.
Graft : Savena graft, internal mammary artery
4.
Lesi atau sumbatan pembuluh darah: lesi
yang panjang, concentric lesion, lesi di percabangan pembuluh koroner, penyumbatan
sub total maupun total, lesi di proksimal termasuk bagian ostial,
kalsifikasi.
3). Kontra indikasi
Menurut
Myer (2010) kontra indikasi tindakan angioplasty koroner adalah pembuluh darah
utama yang tidak terlindungi, pembuluh darah yang rapuh, pembuluh savena yang multiple lesi.
Myer
(2010) juga menjelaskan ada beberapa pembatasan dalam melakukan angioplasti
pada keadaan lesi yang lama (old lession)
dan kalsifikasi panjang serta stenosis berulang
4).
Komplikasi
Komplikasi
yang sering ditemukan pada pasien yang dilakukan tindakan angioplasty koroner
menurut Nguyen, 2003 diantaranya: komplikasi pada pembuluh darah (haematoma,
trombosis, emboli), aritmia, miokardial infark, perdarahan, gangguan
cerebrovaskuler, reaksi kontras bahkan sampai kematian.
Panduan penentuan tindakan angioplasti koroner dari
American Collage of Cardiology (ACC) dikutip dari Ali Ghani, 2010.
iii.
Pembedahan
Penderita-penderita
dengan penyakit jantung koroner lebih dari dua (multi vessel coronary artery
disease), pembuluh darah koroner kiri utama pembuluh darah koroner dimana tidak
dapat dilakukan angioplasti transluminal koroner perkutan (PTCA) merupakan
indikasi operasi pintas koroner (Coronary
Artery Bypass Graft, CABG). Hasil Coronary
Artery Surgical Study, VA Cooperative Study dan European Coronary Surgical Study bila diinterpretasi dengan tepat
menunjukkan bahwa pasien iskemia miokard yang disebabkan 3 pembuluh darah
koroner, pembuluh darah koroner, pembuluh darah koroner kiri utama dan arteri
koronaria desenden sinistra bagian proksimal sebagai bagian dari 2 stenosis
pembuluh darah koroner, harapan hidupnya lebih panjang dengan pembedahan
daripada hanya dengan pengobatan saja (Alwi, 2012). Kini juga dikenal off pump bypass surgery, yaitu tindakan
bedah jantung tanpa menggunakan bantuan mesin jantung paru. Penanaman graft
dilakukan pada jantung yang masih berdenyut (beating heart). Teknik ini dapat
mengurangi biaya operasi, mempersingkat masa rawat inap dan mengurangi trauma,
maupun komplikasi akibat bedah. Namun manfaatnya masih memerlukan evaluasi jangka
panjang.
Pemilihan
terapi PJK bergantung pada beberapa hal, seperti lokasi dan karakter
penyempitan, jumlah pembuluh darah yang terlibat, fungsi jantung, adanya
penyakit penyerta, usia, dan juga biaya. Masing-masing tindakan terbukti
meningkatkan harapan dan kualitas hidup penderita PJK. Kekhawatiran risiko
masing masing tindakan intervensi dapat dipahami, tetapi risiko itu telah jauh
lebih kecil dibandingkan masa- masa sebelumnya (Ghanie, 2010).
terimakasih banyak atas informasinya, sangat membantu sekali...
BalasHapushttp://acemaxsshop.com/obat-herbal-jantung-koroner/