Rabu, 09 Januari 2013

PENYAKIT JANTUNG KORONER



A.      Penyakit jantung koroner
a)    Pengertian
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyebab terbanyak dari penyempitan tersebut adalah aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrolipid dalam bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media (Alwi,2011)

Penyakit jantung koroner (PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain aterosklerosis, sifilis,pelbagai jenis arteritis, emboli koronaria, kelainan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus dan spasme pada pembuluh darah koroner itu sendiri (Alwi, 2011)

b)   Anatomi dan fisiologi
Pembuluh darah koroner terdapat di bagian pangkal aorta (ortic root). Secara garis besar pembuluh darah koroner terdiri atas dua yaitu: Pembuluh darah koroner kiri dan pembuluh darah koroner kanan. Pembuluh darah koroner kiri bercabang dua yaitu : left anterior decending (LAD) dan left circumplex (LCX). Pembuluh koroner terdiri dari 3 lapisan, yaitu tunika intima (lapisan dalam), tunika media (lapisan tengah), dan tunika adventisia (lapisan luar), tunika intima terdiri dari 2 bagian, lapisan tipis sel-sel endotel merupakan lapisan yang memberikan permukaan licin antara darah dan dinding arteri serta lapisan subendhotelium, sel-sel endhotel ini memproduksikan zat-zat seperti prostaglandin, heparin dan activator plasminogen yang membantu mencegah agregasi trombosit dan vasokonstriksi. Selain itu endotel juga mempunyai daya regenerasi cepat untuk memelihara daya anti trombogenik arteri. Jaringan ikat menunjang lapisan endotel dan memisahkannya dengan lapisan yang lain.
Tunika media merupakan lapisan otot di bagian tengah dinding arteri yang mempunyai 3 bagian: bagian sebelah dalam disebut membrane elastic internal, kemudian jaringan fibrus otot polos dan sebelah luar membrane jaringan elastic eksterna. Lapisan tebal otot polos dan jaringan kolagen, memisahkan jaringan membrane elastic eksterna. Dan yang terakhir ini memisahkan tunika media dengan adventisia. Tunika adventisia umumnya mengandung jaringan ikat dan dikelilingi oleh vasa vasorum yaitu jaringan arteriol. (Anwar, 2004)
Gambar 1
Gambar arteri koroner (diunduh dari www.pted.com)

Dalam keadaan normal arteri koronaria dapat mengalirkan darah hampir 10% dari curah jantung per menit yaitu kira-kira 50-75ml darah per 100 gram miokard. Dalam keadaan stress atau latihan maka timbul aliran cadangan koroner (coronary flow reserve) dimana aliran koroner bisa sampai 240ml per 100 gram miokard. Pada keadaan stenosis maka aliran cadangan koroner dapat mempertahankan aliran basal (basal flow) di sebelah distal stenosis. Pada stenosis 70% atau lebih tetap saja aliran distal stenosis (distal flow) tidak mencukupi pada saat stress atau latihan, sehingga menyebabkan iskemia (Shujuan, 2010)




c)    Tanda dan gejala
Istilah penyakit jantung meliputi lebih dari satu kondisi. Ini meliputi delapan kondisi yang berbeda yang mempengaruhi jantung, yang semuanya bisa berakibat fatal (O`Connor, 2010). Penyakit Jantung Koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada, pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK (Shujuan,2010). Angina pektoris merupakan gejala pertama yang paling sering muncul pada penderita dengan PJK, kadangkala angina yang sering datang dengan presentasi pertama sebagai suatu SKA atau bahkan sudden death.
(Wenger, 2008).

Karakteristik angina pektoris dibagi dalam 4 kategori : lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan aktivitas. Rasa nyeri yang timbul akibat iskemi miokard biasanya dirasakan di daerah sternum, antara epigastrium dan rahang atau gigi, interskapula, bahkan di lengan maupun jari-jari tangan. Rasa nyeri bersifat seperti tertindih, berat, diikat, atau seperti terbakar. Angina biasa disertai juga dengan keluhan sesak, lemas, mual, pingsan, lelah. Durasi nyeri biasanya kurang dari 10 menit, dengan kekhasan dicetuskan oleh aktivitas fisik maupun stres emosi dan hilang atau berkurang dengan nitrat. Nyeri non angina sebaliknya tidak menunjukkan karakteristik di atas, berlangsung beberapa jam bahkan beberapa hari, bertambah dengan palpasi, dan tidak berkurang dengan nitrat.( Fox, 2006). Selama angina terjadi perangsangan dari saraf simpatis yang mengakibatkan diaphoresis, takikardi, dan akral yang dingin akibat vasokonstriksi. Sebaliknya, perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan keluhan mual atau muntah. Anamnesis yang teliti merupakan kunci utama dalam menilai suatu angina pektoris, walaupun pemeriksaan fisik dan kadang pemeriksaaan tambahan penting juga untuk menegakkan diagnosis dan   menilai derajat beratnya PJK.( Douglas, 2007)

d)   Patofisiologi
Ditinjau dari patofisiologinya, angina merupakan kondisi yang diakibatkan karena adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ke miokardium. Penyebab utama dari ketidakseimbangan ini adalah proses penyempitan karena atherosklerosis pada satu atau lebih arteri koronaria. Sebagai konsekuensi dari iskemi yang intermiten, terjadi oksigenisasi miokard yang tidak adekuat dan akumulasi dari produk-produk metabolisme. (Wenger, 2008).

Jika terjadi penyempitan arteri koroner, iskemia miokardium merupakan peristiwa yang awal terjadi. Daerah subendokardial merupakan daerah pertama yang terkena, karena berada paling jauh dari aliran darah. Jika iskemia makin parah, akan terjadi kerusakan sel miokardium. Infark miokardium adalah nekrosis atau kematian sel miokardium. Infark miokardium dapat terjadi nontransmural (terjadi pada sebagian lapisan) atau transmural (terjadi pada semua lapisan). Jika endotel rusak, sel-sel infl amatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami diff erensiasi menjadi makrofag. Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri (Myrtha, 2012).

Hiperlipoproteinemia tipe II menurut pembagian Frederickson merupakan ancaman bagi usia muda sedang pada usia lanjut adalah tipe IV (peninggiaan kolesterol dan trigliserida). Hipertensi dengan tekanan darah diatas 160/95 mmHg dapat merangsang terjadinya arteriosklerosis karena tekanan tinggi ini dapat menjadi beban tekanan pada dinding arteri. Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein (dyslipoproteinaemia). Ini diduga sebagai penyebab gangguan vaskuler berupa mikroangiopati. Arteriosklerosis yang dipercepat (accelerated atherosclerosis) merupakan komplikasi utama pada juvenile insulin dependent diabetes mellitus. Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko yang lain. Bahaya arteriosklerosis menjadi lebih besar jika ada kombinasi 2 atau 3 resiko (Hasan, 2007).

e)    Faktor resiko
Faktor risiko terjadinya atherosklerosis secara umum dibagi menjadi faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (usia, riwayat keluarga) dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi (diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, merokok, obesitas, dan gaya hidup sedentary) (Smeltzer,2005). Jika dilihat dari angka kejadiannya, arteriosklerosis lebih banyak diderita oleh kaum pria dibandingkan dengan wanita, karena diduga faktor hormonal seperti estrogen melindungi wanita. Setelah menopause perbandingan wanita dengan pria yang menderita penyakit arteriosklerosis adalah sama. Selain itu kebiasaan merokok yang umumnya ditemukan pada pria dapat merangsang proses arteriosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri. Karbon monoksid (CO) dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedang glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensititif dinding arteri (Shujuan, 2010)

f)    Pemeriksaan penunjang
1)  Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 lead yang wajib dilakukan pada semua pasien angina pektoris pada kenyataannya menunjukkan hasil yang normal pada lebih dari 50% pasien. Gambaran EKG yang normal tidak serta merta menyingkirkan adanya suatu PJK. Pemeriksaan EKG juga mampu menunjukkan kelainan lain seperti left ventricular hypertrophy (LVH), left bandle branch block (LBBB), pre-excitation, aritmia, atau defek konduksi.(Fox, 2006)
2)   Uji Latih beban jantung (treatmill test)
Uji latih ini mudah dilakukan, murah, dan aman. Namun demikian, akurasi yang rendah dari uji latih ini dalam mendiagnosis suatu PJK yang signifikan, walaupun pada subjek yang simptomatik, memunculkan rekomendasi baru bahwa uji latih ini tidak cocok digunakan sebagai alat menapis suatu PJK (Kern, 2003).
3)   Angiografi koroner
Angiografi koroner masih merupakan pemeriksaan baku emas untuk mengetahui anatomi pembuluh darah koroner serta derajat obstruksi dari lumen arteri koronaria. Dari pemeriksaan ini bisa diketahui lokasi, panjang, diameter, serta kontur dari arteri koronaria; derajat obstruksi intralumen;  karakteristik dari obstruksi tersebut (termasuk adanya atheroma, trombus, diseksi, spasme, atau bridging myocardial), dan penilaian aliran darah (Kern, 2003)

g)   Penatalaksanaan
                    i.                                                             . Medikamentosa
Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi beban jantung (Alwi, 2011) Obat-obatan yang sering digunakan antara lain : Diuretika,Cardiac glicosida, Prostaglandin, Betabloker, Antibiotika, Elektrolit.
             ii.           Tindakan intervensi non bedah
Di Indonesia pemasangan stent koroner baru populer dilakukan sejak tahun 1995 di beberapa pusat jantung seperti rumah sakit jantung Harapan Kita.Tindakan intervensi non bedah dapat berupa percutaneus transluminal coronary angioplasty (PTCA) maupun dengan pemasangan stent (Alwi, 2011).
1)        Pengertian
Menurut Sotomonte (2003) angioplasty koroner transluminal perkutan adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan diletakkan diantara daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak.
PCI (Percutaneous Coronary Intervention), atau yang dikenal juga dengan coronary angioplasty, merupakan prosedur terapi untuk membuka penyempitan (stenotic) pembuluh darah arteri jantung pada kasus penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh terjadinya penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Angioplasti koroner dilakukan dengan memasukkan catheter yang telah dilengkapi dengan balloon khusus dan stent yang akan diarahkan ke titik terjadinya penyumbatan di dalam pembuluh darah arteri untuk membuka penyumbatan tersebut dan mengembalikan aliran pembuluh darah arteri ke jantung. Tindakan PCI ini biasanya dilakukan oleh interventional cardiologist. (Ghani, 2010)
2)        Indikasi
Menurut Suzanne dan Brenda(2002) pasien yang mempunyai yang mempunyai lesi yang menyumbat paling tidak 70℅ lumen internal arteri koroner besar, sehingga banyak daerah jantung beresiko mengalami iskemia. Pasien tersebut juga yang tidak berespon terhadap terapi medis dan memenuhi kriteria untuk dilakukan bedah pintas arteri koroner. PTCA boleh dilakukan apabila kardiologis yakin bahwa prosedur akan memperbaiki aliran darah ke jantung. Angioplasti koroner perkutan merupkan usaha revaskularisasi lain disamping thrombolisis karena trombolisis mempunyai kekurangan. Seperti :
a.         Dengan dosis atau kombinasi obat thrombolitik apapun, pada kebanyakan penyelidikan  reperfusi akibat terbukanya pembuluh darah di capai pada 75 % penderita
b.         Terdapat kelambatan antara waktu obat thrombolitik diberikan dan reperfusi rata-rata  45 menit.
c.         Tidak ada tanda klinik yang tepat untuk menyatakan adanya reperfusi.
d.        Penderita mengalami serangan iskemik berulang 15%-30% dan perdarahan otak 0,5-1.5%.
Menurut Myer, 2010 indikasi angioplasty koroner adalah ;
1.         Berdasarkan kondisi klinis pasien : Angina stabil dan tidak stabil, Gangguan fungsi ventrikel kiri, infark miokardial akut, usia tua, pasien paska tindakan operasi bypass jantung.
2.         Berdasarkan morfologi pembuluh darah koroner:  sumbatan pada 1 atau lebih pembuluh darah, pembuluh darah utama terlindungi.
3.         Graft : Savena graft, internal mammary artery
4.         Lesi atau sumbatan pembuluh darah: lesi yang panjang, concentric lesion, lesi di percabangan pembuluh koroner, penyumbatan sub total maupun total, lesi di proksimal termasuk bagian ostial, kalsifikasi.
3). Kontra indikasi
Menurut Myer (2010) kontra indikasi tindakan angioplasty koroner adalah pembuluh darah utama yang tidak terlindungi, pembuluh darah yang rapuh, pembuluh savena yang multiple lesi.
Myer (2010) juga menjelaskan ada beberapa pembatasan dalam melakukan angioplasti pada keadaan lesi yang lama (old lession) dan kalsifikasi panjang serta stenosis berulang
4). Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan pada pasien yang dilakukan tindakan angioplasty koroner menurut Nguyen, 2003 diantaranya: komplikasi pada pembuluh darah (haematoma, trombosis, emboli), aritmia, miokardial infark, perdarahan, gangguan cerebrovaskuler, reaksi kontras bahkan sampai kematian.





Panduan penentuan tindakan angioplasti koroner dari American Collage of Cardiology (ACC) dikutip dari Ali Ghani, 2010.

                     iii.          Pembedahan
Penderita-penderita dengan penyakit jantung koroner lebih dari dua (multi vessel coronary artery disease), pembuluh darah koroner kiri utama pembuluh darah koroner dimana tidak dapat dilakukan angioplasti transluminal koroner perkutan (PTCA) merupakan indikasi operasi pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft, CABG). Hasil Coronary Artery Surgical Study, VA Cooperative Study dan European Coronary Surgical Study bila diinterpretasi dengan tepat menunjukkan bahwa pasien iskemia miokard yang disebabkan 3 pembuluh darah koroner, pembuluh darah koroner, pembuluh darah koroner kiri utama dan arteri koronaria desenden sinistra bagian proksimal sebagai bagian dari 2 stenosis pembuluh darah koroner, harapan hidupnya lebih panjang dengan pembedahan daripada hanya dengan pengobatan saja (Alwi, 2012). Kini juga dikenal off pump bypass surgery, yaitu tindakan bedah jantung tanpa menggunakan bantuan mesin jantung paru. Penanaman graft dilakukan pada jantung yang masih berdenyut (beating heart). Teknik ini dapat mengurangi biaya operasi, mempersingkat masa rawat inap dan mengurangi trauma, maupun komplikasi akibat bedah. Namun manfaatnya masih memerlukan evaluasi jangka panjang.

Pemilihan terapi PJK bergantung pada beberapa hal, seperti lokasi dan karakter penyempitan, jumlah pembuluh darah yang terlibat, fungsi jantung, adanya penyakit penyerta, usia, dan juga biaya. Masing-masing tindakan terbukti meningkatkan harapan dan kualitas hidup penderita PJK. Kekhawatiran risiko masing masing tindakan intervensi dapat dipahami, tetapi risiko itu telah jauh lebih kecil dibandingkan masa- masa sebelumnya (Ghanie, 2010).

1 komentar:

  1. terimakasih banyak atas informasinya, sangat membantu sekali...

    http://acemaxsshop.com/obat-herbal-jantung-koroner/

    BalasHapus